Minggu, 15 Februari 2015

Sejarah Suram Ikhwanul Muslimin




(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar ZA,
Lc.)


Shufi, Syi’ah, Pluralisme, Mu’tazilah,
dan lain-lain masing-masingnya jelas
berbeda. Namun apa jadinya jika
semua kelompok menyimpang ini
dijadikan satu? Jadilah ia Ikhwanul
Muslimin (IM).

Gerakan Ikhwanul Muslimin yang
mendominasi dakwah pergerakan-
pergerakan di Mesir, gaungnya tidak
hanya terdengar di negeri asalnya.
Namun “dakwah”-nya telah
mendunia, masuk ke penjuru-
penjuru negeri di hamparan bumi
ini. Termasuk tanah air kita,
Indonesia, meski tentu saja dengan
nama yang berbeda.

Pemikiran dan buku tokoh-tokoh
mereka, semacam Hasan Al-Banna,
Sayyid Quthub, Said Hawwa, Fathi
Yakan, Yusuf Al-Qardhawi, At-
Turabi tersebar luas dengan
berbagai bahasa, sehingga sempat
mewar-nai gerakan-gerakan
dakwah di berbagai negara.
Ikhwanul Muslimin, gerakan ini
tidak bisa lepas dari sosok
pendirinya, Hasan Al-Banna. Dialah
gerakan Ikhwanul Muslimin dan
Ikhwanul Muslimin adalah dia.
Karismanya benar-benar tertanam
di hati pengikut dan simpatisannya,
yang kemudian senantiasa
mengabadikan gagasan dan
pemikiran Al-Banna di medan
dakwah sepeninggalnya.
Untuk mengetahui lebih dekat
hakikat gerakan ini, mari kita simak
sejarah singkat Hasan Al-Banna dan
berdirinya gerakan Ikhwanul
Muslimin.

Kelahirannya
Hasan Al-Banna dilahirkan pada
tahun 1906 M, di sebuah desa
bernama Al-Mahmudiyyah, yang
masuk wilayah Al-Buhairah.
Ayahnya seorang yang cukup
terkenal dan memiliki sejumlah
peninggalan ilmiah seperti Al-
Fathurrabbani Fi Tartib Musnad Al-
Imam Ahmad Asy-Syaibani, beliau
adalah Ahmad bin Abdurrahman Al-
Banna yang lebih dikenal dengan
As-Sa’ati.

Pendidikannya
Ia mulai pendidikannya di
Madrasah Ar-Rasyad Ad-Diniyyah
dengan menghafal Al-Qur`an dan
sebagian hadits-hadits Nabi serta
dasar-dasar ilmu bahasa Arab, di
bawah bimbingan Asy-Syaikh
Zahran seo-rang pengikut tarekat
shufi Al-Hashafiyyah. Al-Banna
benar-benar terkesan dengan sifat-
sifat gurunya yang mendidik,
sehingga ketika Asy-Syaikh Zahran
menyerahkan kepemim-pinan
Madrasah itu kepada orang lain,
Hasan Al-Banna pun ikut
meninggalkan madrasah.

Selanjutnya ia masuk ke Madrasah
I’dadiyyah di Mahmudiyyah, setelah
berjanji kepada ayahnya untuk
menyelesaikan hafalan Al-Qur`an-
nya di rumah. Tahun ketiga di
madrasah ini adalah awal perke-
nalannya dengan gerakan-gerakan
dakwah melalui sebuah organisasi,
Jum’iyyatul Akhlaq Al-Adabiyyah,
yang dibentuk oleh guru
matematika di madrasah tersebut.
Bahkan Al-Banna sendiri terpilih
sebagai ketuanya. Aktivitasnya
terus berlanjut hingga ia bergabung
dengan organisasi Man’ul
Muharramat.

Kemudian ia melanjutkan pendi-
dikannya di Madrasah Al-
Mu’allimin Al-Ula di kota
Damanhur. Di sinilah ia berkenalan
dengan tarekat shufi Al-
Hashafiyyah. Ia terkagum-kagum
dengan majelis-majelis dzikir dan
lantunan nasyid yang diden-
dangkan secara bersamaan oleh
pengikut tarekat tersebut. Lebih
tercengang lagi ketika ia dapati
bahwa di antara pengikut tarekat
tersebut ada guru lamanya yang ia
kagumi, Asy-Syaikh Zahran.
Akhirnya Al-Banna bergabung
dengan tarekat tersebut. Sehingga ia
pun aktif dan rutin mengamal-kan
dzikir-dzikir Ar-Ruzuqiyyah pagi
dan petang hari. Tak ketinggalan,
acara maulud Nabipun rutin ia
ikuti: “…Dan kami pergi bersama-
sama di setiap malam ke masjid
Sayyidah Zainab, lalu melakukan
shalat ‘Isya di sana. Kemudian kami
keluar dari masjid dan membuat
barisan-barisan. Pimpinan umum
Al-Ustadz Hasan Al-Banna maju dan
melantunkan sebuah nasyid dari
nasyid-nasyid maulud Nabi, dan
kamipun mengikutinya secara
bersamaan dengan suara yang
nyaring, membuat orang melihat
kami,” ujar Mahmud Abdul Halim
dalam bukunya. (Al-Ikhwanul
Muslimun Ahdats Shana’at Tarikh,
1/109)


Baca selengkapnya di : http://asysyariah.com/sejarah-suram-ikhwanul-muslimin/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar